Manusia terlahir mudah mengeluh. Mengeluh karena penghasilan kurang,
mengeluh karena banyaknya masalah yang dihadapi, mengeluh karena sikap
orang lain menyinggung dirinya, dan mengeluh karena apa-apa yang
dihadirkan di hadapannya tidak sesuai dengan keinginan.
Sikap
mengeluh menunjukkan kekerdilan jiwa dan mencari pembenaran diri.
Seorang yang mengeluh senantiasa mencari penyebab permasalahan adalah
sesuatu di luar dirinya sehingga kurang melakukan instropeksi. Padahal
seringkali yang menjadi permasalahan utama seseorang adalah dirinya
sendiri, bukan orang lain atau sesuatu di luar diri.
Agama
mengajarkan untuk tidak mengeluh. Mengapa demikian? Dalam kehidupan
tentu akan selalu ada suka-duka, sedih-senang, panas-dingin,
hitam-putih, terang-gelap dan semua hukum alam lainnya. Karenanya kenapa
harus mengeluhkan perputaran roda kehidupan yang pasti akan terjadi?
Kehadiran
segala sesuatu pada dasarnya harus diterima secara lapang dada karena
Allah izinkan terjadi pada diri kita, betapapun menyakitkannya, tidak
mengenakkan, menakutkan, atau menjijikkan. Sikap penerimaan inilah yang
akan melapangkan dada dan membuatnya kuat untuk menjalani suka duka
kehidupan. Tanpa sikap menerima, yang muncul hanyalah keluhan
seolah-olah diri ini adalah orang termalang di dunia, Tuhan bersikap
tidak adil, dan seolah-olah segala macam kesulitan hidup hanya
ditimpakan kepada diri kita seorang.
Mengapa manusia
dilarang mengeluh? Mengeluh adalah sikap kekanak-kanakan yang pada
hakikatnya menunjukkan kita tidak menerima apa yang Allah hadirkan. Kita
merasa ada yang salah pada pengaturan Allah. Padahal semua yang
diizinkan tiba di hadapan telah diukur kadarnya dengan tepat dan tidak
akan salah sasaran. Yakinlah bahwa Allah Maha Pengatur dan sangat paham
akan apa-apa yang Dia izinkan untuk terjadi atau tidak terjadi pada diri
kita. Karenanya, patutkah kita menyalahkan Dia, bersangka buruk
pada-Nya dengan keluhan? Pernahkah menyadari apa-apa yang dianggap tidak
enak atau tidak nyaman bagi ego dan syahwat kita adalah sesuatu yang
sengaja Allah hadirkan untuk melindungi dan mendidik kita?
Karena
itu duhai sahabatku, jauhilah sikap mengeluh. Jadilah seorang dewasa
yang menerima apapun yang dihadirkan oleh-Nya pada diri kita. Ingat,
mengeluh adalah sebuah penentangan, sebuah sikap penolakan dan
menghindari kenyataan. Bukankah setiap yang hadir adalah tamu-Nya?
Bagaimanakah sikap seharusnya yang ditunjukkan seorang hamba yang baik
ketika hadir tamu-tamu istimewa?
Jika kita pernah mengeluh
atas kehidupan dan menyadarinya, segeralah beristighfar dan memohon
ampun. Semoga Allah memaafkan kesombongan kita karena berani
menentang-Nya dengan keluhan. Semoga Allah membantu menguatkan diri kita
untuk menjalani kehidupan dengan tegar, penuh keberanian, layaknya
seorang kesatria. Sehingga apapun yang hadir, susah atau senang, nikmat
atau menyakitkan, semua akan diterima dengan hati yang lapang dan
senyuman. Karena diri ini menyadari bahwa semuanya sama, tamu-tamu
istimewa yang dihadirkan oleh-Nya.
Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat
kikir. (Al-Qur’an Surah Al-Ma’aarij 70: 19-21)
Tiada
suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum
Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Al-Qur’an
Surat Al-Hadid 57: 22-23)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar